Serba Serbi Puasa di Jerman

Bila Anda ingin bahagia, buatlah tujuan yang bisa mengendalikan pikiran, melepaskan tenaga, serta mengilhami harapan Anda, -Andrew Carnegie-.

Yoshh.. puasa telah tiba.. puasa telah tiba...  Jadi teringat kenangan puasa pertama kali di Berlin, Jerman tahun kemarin. Sebelum keberangkatan, rasa khawatir bergejolak di dada setelah membaca pengalaman orang Indonesia yang berpuasa di negara Eropa. Bahkan ada di media cetak nasional yang membahas mengenai bagaimana puasa di Eropa. Faktanya, waktu berpuasa di Eropa lebih lama dibandingkan Indonesia. Hal ini dikarenakan bulan puasa di Eropa tepat pada musim panas dimana waktu siang lebih lama daripada malam.

Khususnya di Jerman, kita harus berpuasa sekitar 18 jam perharinya. Bahkan ada artikel menjelaskan beberapa orang Indonesia termasuk mahasiswa rela mengambil liburan musim panasnya untuk pulang ke Indonesia. Iitu pun kalau bertepatan dengan liburan musim panas. Kita semua tahu tiap tahun waktu untuk mulai berpuasa terkadang lebih maju sekitar 10-12 hari karena penggunaan kalendar Hijriah. "Duh.. bisa ga yaa? Kayanya bakal lebih banyak ibadah sunnah nih (tidur)." Rencana awal dibangun dengan matang hehehe.. (Eitts tapi itu tidak dibenarkan ya, kata pak ustadz dulu justru harus banyak ibadah di Bulan Ramdahan). Yaa.. it is what it is.. jalani aja.

Setiba di Jerman, hal yang dipersiapkan dalam menjelang waktu puasa adalah mencari masjid Indonesia. Karena pastinya takjil khas Indonesia disajikan selama Bulan Ramadhan (hahaha alasan yang terlalu absurd). Tetapi mencari masjid Islam udah masuk list utama kok. Karena kita kan harus membangun ukhuwah dimanapun kita berada (pencitraan-hahaha). Berlin sebagai Ibu Kota Jerman, merupakan salah satu kota besar yang memiliki Masjid Indonesia. Pengurusnya pun orang Indonesia terdiri dari berbagai kalangan ada yang sudah berkeluarga dan masih muda serta yang sudah kerja dan masih kuliah. Kepengurusan masjid Indonesia sudah diakui sebagai organisasi masyarakat yang bernama IWKZ.ev (Indonesisches Weisheits- und Kulturzentrum - Pusat Kearifan dan Kebudayaan Indonesia-). Jadi, bagi pembaca muslim yang ingin kuliah di Jerman terutama di Berlin tidak perlu khawatir ya...

Sesampainya di masjid, langsung saja bertanya kepada salah satu pengurus, "Mas mau nanya dong, saya baru di sini. Ada ga agenda buka bersama atau takjil di masjid?". "Ach so.. masnya orang baru di Jerman. Ada kok mas bahkan sahur juga ada." Jawab salah satu pengurus, Bagus namanya. "Alhamdulillah!" Jawaban yang melegakan hati. Hahaha...

Program buka bersama (bukber) dan sahur bersama (saber) menjadi proker Ramadhan mereka. Bahkan setiap hari jum'at ada program bukber di aula KBRI. Untuk program buka bersama, pengurus dibantu dengan warga Indonesia lainnya kerja sama mengatur jadwal piket masak tiap harinya. Bagi yang ingin berkontribusi sebagai menu tambahan pun dipersilahkan. Berbeda sedikit dengan menu sahur bersama dimana sebagian besar ditanggung oleh restoran nusantara restoran ini milik Pak Bram, salah satu warga Indonesia yang sudah tinggal cukup lama di Berlin. Jadi bagi yang ingin anggaran makanan selama bulan puasa = rp. 0, menginap di masjid menjadi pilihan yang tepat. Lumayan lho.. hehe.. dalam hati sih ingin tetapi ternyata kondisi badan tidak mendukung karena pagi hari harus berangkat kursus bahasa jerman. Jadi program hemat itu pun diambil pada weekend dan beberapa hari di 10 hari terakhir Ramadhan hehehe.. Selain itu selama satu bulan penuh ada ustadz yang sengaja didatangkan dari Indonesia untuk mengisi Kajian menjelang berbuka dan Kajian Subuh. Jadi tidak hanya mengandalkan makanan saja yaa...


 Hari berpuasapun tiba. Puasa tahun kemarin 5 jam saya gunakan untuk belajar bahasa Jerman. Terpikir pada awalnya bahwa puasa tidak akan terasa lama karena selain dipakai untuk belajar bahasa, sebagian teman kelas berasal dr negara timur dan muslim. Sempat ajakan pertama setelah mengetahui mereka muslim yaitu "lets have sahr together!". Saya kira ajakan saya menjadi sebuah daya tarik untuk membangun persaudaraan. Ternyata tidak, beberapa dari mereka hanya senyum saja dan mereka menjawab itu semua ketika puasa pertama. Ada diantara mereka berkata, "We can take our condition as a safar (dalam berpergian). So, We have an excuse and I take that!". Jawaban lainnya adalah "I used to fasting during ramadhan butnit this time!. Dude. It'd take more than 18 hours so, I couldn't make it!". Jadi ya... tersisa hanya dua orang Indonesia dan dua orang Bangladesh saja yang menjalankannya. Ternyata tidak semua muslim di daerah lain taat untuk puasa ya. Dan kasus seperti ini pun bisa pula terjadi di Indonesia (semoga banyak yang tidak).

Jika dibandingkan rasa khawatir yang didapatkan sebelumnya dengan setelah dijalani hari pertama ternyata tidak begitu susah. Rasa penasaran untuk berkeliling di Berlin menutupi rasa lapar dan haus dahaga (bukannya menghabiskan waktu di masjid-ckckck..). Tapi jalan-jalan keliling pun harus dipilih tempatnya. Karena musim panas di Eropa memberikan 'godaan' besar bagi para muslim yang berpuasa dimana program tanning ditempat terbuka (you know what i mean) :D.

Jalan-jalan keliling masjid ketika ngabuburit pun dijadikan program harian puasa saya dan beberapa teman kursus. Berlin termasuk kota yang memiliki cukup banyak masjid dari bernagai negara khususnya Turki dan Saudi Arabia. Momen ini pun jadi kesempatan saya untuk wisata kuliner di Bulan Ramadhan. Sajian makanannya pun ternyata sesuai dengan porsi badan mereka. Memang bulan yang penuh berkah deh hehehe.. 


Hal menarik yang lainnya adalah adanya ketetapan jadwal waktu Sholat Maghrib dan Isya yang dapat digabung secara bersamaan. Hal ini dikarenakan ketika musim panas, waktu malam lebih singkat sehingga penentuan waktu isya masuk pun tidak begitu terlihat. Hal ini disepakati oleh beberapa pihak meskipun ada beberapa masjid yang tetap memisahkan waktu tersebut. Anyway,.. alles gut (semua baik baik saja). 

Alhamdulillah, 100% puasa terjalani dengan baik meskipun tidak semaksimal ketika di Indonesia. Akan tetapi sebagai kaum minoritas di negara lain tidak menghalangi kita untuk menjalankan ibadah yang menjadi kewajiban dan keyakinan kita. Jadi, bagi pembaca yang beragama muslim yang ingin kuliah di luar negeri khususnya Jerman, jangan pernah ragu untuk mewujudkannya. Insya Allah untuk akses ibadah dan mencari makanan yang halal sudah mudah didapatkan. 

Nah, bagaimana menjalani puasa tahun ini sebagai murid PeHaDe dengan penelitiannya di kota yang berbeda. Insya Allah akan saya ceritakan segera..
Semoga bermanfaat!





Comments